Sabtu, 23 Januari 2016

Makalah Akhlak Kepada Allah SWT. dan Sesama Manusia


MAKALAH
Akhlak Kepada Allah SWT. dan Sesama Manusia

Pendidikan Agama
Dosen : M. Royyan, S.Pdi. M.Pdi


Disusun Oleh :
Kelompok 10
Aini Nurbaiti
Dwi Septianingsih
Suliani Agustin
Tingkat IA


PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANTEN
2015
 
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Akhlak Kepada Allah SWT. dan Manusia”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Politeknik Kesehatan KEMENKES Banten.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
 

Tangerang,   September 2015



Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................... ii
BAB I PENDHULUAN.................................................................... 1
A.   Latar Belakang.................................................................. 1
B.   Rumusan Masalah............................................................... 1
C.   Tujuan Penulisan............................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 3
A.   Pengertian Akhlak.............................................................. 3
B.   Pengertian Akhlak Menurut Para Ahli........................................ 3
C.   Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak..................................................... 4
D.   Akhlak Kepada Allah SWT...................................................... 4
a.   Pengertian Akhlak Kepada Allah SWT.................................... 6
b.   Alasan Mengapa Seorang Muslim Harus Berakhlak Kepada Allah.... 7
c.    Akhlak Terpuji Kepada Allah SWT........................................ 9
d.   Akhlak Tercela Kepada Allah SWT....................................... 11

E.   Akhlak Kepada Manusia...................................................... 16
a.   Pengertian  Akhlak Kepada Manusia.................................... 16
b.   Alasan Mengapa Sesama Manusia Harus Saling Berakhlak.......... 18
c.    Akhlak Terpuji Kepada Manusia (Mahmudah)......................... 18
d.   Akhlak Tercela Kepada Manusia (Mazmumah)........................ 20
BAB III PENUTUP...................................................................... 22
A.    Kesimpulan..................................................................... 22
B.     Saran............................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 23








BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Tugas utama dari Nabi Muhammad Saw. Adalah menyempurnakan akhlak mulia di bumi ini. Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji di kalangan orang-orang (masyarakat)yang bertaqwa.

Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur al-qur’an dan pembuatan Nabi Muhammad Saw. Dan Allah swt  menetapkan akhlak mulia bagi Nabi Muhammad Saw. dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-qur’an surat Al-Qalam ayat 4 :
Dan sesungguhnya engkau muhammad mempunyai akhlak yang mulia”.

Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan baik atau buruknya suatu sikap yang ia perbuat. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan.
Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memelihara norma-norma (agama) di masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari, baik keluarga, kerabat, tetangga dan lingkungan kemasyarakatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut makalah ini akan membahas tentang akhlak kepada Allah dan manusia.


B.        Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.            Apakah pengertian dari Akhlak dan ciri-cirinya?
2.            Apakah pengertian dari akhlak kepada Allah dan manusia?
3.            Mengapa kita harus berakhlak kepada Allah dan manusia?
4.            Apakah macam – macam dari akhlak kepada Allah dan manusia?
5.            Apakah contoh dari Akhlak kepada Allah dan manusia?


C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.           Mengetahui pengertian dan ciri-ciri dari akhlak
2.           Mengetahui pengertian dari masing-masing akhlak kepada Allah swt. dan manusia.
3.           Mengetahui alasan mengapa kita harus berakhlak kepada Allah swt. dan manusia.
4.           Mengetahui macam-macam dari akhlak kepada Allah swt. dan manusia.
5.           Mengetahui contoh dari masing-masing akhlak kepada Allah dan mausia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Akhlak
Akhlak menurut bahasa yaitu berasal dari bahasa arab (اخلاق) jamak dari kata خلق yang berarti tingkah laku, perangai atau tabiat.
Sedangkan menurut istilah akhlak merupakan daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi. Dengan demikian akhlak pada hakikatnya adalah sikap yang melekat pada diri mausia, sehingga manusia dapat melakuakannnya tanpa berfikir (spontan).
Di samping itu akhlak juga dikenal dengan istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya.

B.        Pengertian Akhlak Menurut Para Ahli
a.       Ibnu Misawaih
حَالٌ لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ لَهَا اِلٰى اَفْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَلَا رُوِيَةٍ
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

b.      Imam Al-Gazali
عِبَارَةٌعَنْ هَيْئَةٍ فِى النَّفْسِ رَاسِخَةٌ عَنْهَا تَصْدُرُ الْافْعَالُ بِسُهُوْلةٍ وَيُسْرِ مِنْ غَيْرِحَاجَةٍ اِلٰى فِكْرٍ وَرُؤْيَةٍ
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.


c.       Ibrahim Anis
حَالٌ لِلنَّفْسِ رَاسِخَةٌ تَصْدُرُ عَنْهَا الْاَفْعَالُ مِنْ خَيْرٍ اَوْ شَرٍّ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلٰى فِكْرٍ وَرُؤْيَةٍ
Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

C.        Ciri-ciri Perbuatan Akhlak
1.        Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2.        Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3.        Timbul dari diri ornag yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4.        Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5.        Dilakukan dengan ikhlas.

D.        Akhlak Kepada Allah SWT.

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realitabahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak. Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada dimuka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Titik  tolak  akhlak  terhadap  Allah  adalah  pengakuan   dan kesadaran  bahwa  tiada  Tuhan  melainkan  Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang  jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.(2) 
Itulah sebabnya mengapa Al-Quran  mengajarkan  kepada  manusia untuk    memuji-Nya,   Wa   qul   al-hamdulillah   (Katakanlah "al-hamdulillah"). Dalam  Al-Quran  surat  An-Nam1  (27):  93, secara tegas dinyatakan-Nya bahwa, 
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan."
Makhluk  tidak  dapat  mengetahui dengan  baik  dan  benar  betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah Swt. Itu sebabnya  mereka  sebelum  memuji-Nya bertasbih  terlebih  dahulu  dalam arti menyucikan-Nya. Jangan sampai  pujian  yang  mereka  ucapkan  tidak   sesuai   dengan kebesaran-Nya.    Bertitik    tolak   dari   uraian   mengenai kesempurnaan Allah, tidak heran kalau  Al-Quran  memerintahkan manusia  untuk  berserah  diri  kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.
Tidak sedikit ayat Al-Quran yang memerintahkan  manusia  untuk menjadikan Allah sebagai "wakil". Misalnya firman-Nya dalam QS Al-Muzzammil (73): 9: (Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung).
Kata "wakil"  bisa  diterjemahkan  sebagai  "pelindung".  Kata tersebut  pada  hakikatnya  terambil dari kata "wakkala-yuwakkilu" yang berarti mewakilkan. Apabila seseorang mewakilkan kepada orang  lain  (untuk  suatu persoalan),  maka  ia  telah  menjadikan  orang  yang mewakili sebagai dirinya sendiri dalam menangani persoalan tersebut,sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya.
Menjadikan Allah sebagai wakil sesuai dengan makna yang disebutkan di atas berarti menyerahkan segala persoalan kepada-Nya. Dialah yang berkehendak dan bertindak sesuai dengan kehendak manusia yang menyerahkan perwakilan itu kepada-Nya.
Allah Swt.,yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan adalah Yang Mahakuasa, Maha Mengetahui, Maha bijaksana dan semua maha yang  mengandung  pujian.  Manusia  sebaliknya,  memiliki keterbatasan pada segala hal. Jika demikian "perwakilan"-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia.
Perbedaan   kedua   adalah   dalam   keterlibatan  orang  yang mewakilkan. Jika Anda mewakilkan orang lain  untuk  melaksanakan  sesuatu, Anda telah menugaskannya untuk melaksanakan hal tertentu. Anda tidak perlu melibatkan diri, karena hal itu  telah  dikerjakan oleh sang wakil. Ketika  menjadikan  Allah Swt. sebagai wakil, manusia dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya.
Perintah   bertawakal    kepada    Allah    --atau    perintah menjadikan-Nya sebagai wakil terulang dalam bentuk tunggal (tawakkal) sebanyak sembilan kali, dan dalam bentuk jamak(tawakkalu)   sebanyak   dua  kali.  Semuanya  didahului  oleh perintah melakukan sesuatu,  lantas  disusul  dengan  perintah bertawakal.  perhatikan  misalnya Al-Quran surat Al-Anfal ayat 61: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah kepadanya, dan bertawakallah kepada Allah.

a.        Pengertian Akhlak Kepada Allah SWT.
Menurut Kahar Masyhur akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Sehingga akhlak kepada Allah dapat diartikan Segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai hamba) kepada Allah SWT. (sebagai Kholiq).
Kita sebagai umat islam memang selayaknya harus berakhlak baik kepada Allah karena Allah lah yang telah menyempurnakan kita sebagai manusia yang sempurna. Untuk itu akhlak kepada Allah itu harus yang baik-baik jangan akhlak yang buruk. Seperti kalau kita sedang diberi nikmat, kita harus bersyukur kepada Allah.
Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Seorang yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak baik terhadap Allah ta’ala dan sesamanya.

b.        Alasan Mengapa Seorang Muslim Harus Berakhlak Kepada Allah
Seorang muslim yang baik itu memang diharuskan berakhlak yang baik kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia itu diciptakan atas kehendak-Nya, sehingga alangkah baiknya kita bersikap santun (berakhlak) kepada sang Kholliq sebagai rasa syukrur kita.
Menurut Kahar Mashyur , Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah. Yaitu:
1.  Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut, yang artinya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?. Dia tercipta dari air yang terpancar. yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (at-Tariq:5-7)
2.  Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
    yang Artinya: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. ( Q.S an-Nahal : 78)
3.  Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13. yang Artinya “Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. “Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 )
4.  Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat, 70. yang Artinya:  “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70).

c.          Akhlak Terpuji Kepada Allah.
 Yang Meliputi Antara Lain;
1.  Taqwa kepada Allah SWT.
Definisi taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala Perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
2.  Cinta kepada Allah SWT.
Definisi cinta yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
3.  Bertaubat (Al-taubah).
Bertaubat ialah suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah di lakukan dan berusaha menjauhinya, beserta melakukan perbuatan baik.
4.  Bersabar (Al-sabru)
Bersabar ialah suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Maka sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiar,lalu diakhiri dengan sikap menerima dan ikhlas bila seorang dilanda cobaan dari Allah SWT.
5.  Senantiasa mengingat Allah SWT.
Salah satu akhlak yang baik kepada Allah yaitu kita selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang.
6.  Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.
Yaitu kita dianjurkan untuk melakukan Tadzabur Alam, memikirkan tentang bagaimana kita diciptakan, dan lain-lain yang berkaitan dengan ciptaan Allah yang lain, supaya kita dapat merasakan keagungan Allah SWT. Sehingga kita dapat berakhlak yang baik kepada Allah.
7.  Muraqobah
Dalam hal ini, Muraqabah diartikan bahwa kita itu selalu berada dalam pengawasan Allah SWT.
8.  Bersyukur (As-shukru)
Syukur yaitu memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukurny seorang h amba berkisar atas tiga hal, yang jika ketigany tidak berkumpul maka tidaklah dinamakann syukur. Tiga hal itu yaitu mengakui nikmat dalam batin, membicaraknnya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana taat kepada Allah.
9.  Bertawakkal (Al-tawakkalu).
ialah menyerahkan segala urusan kepada allah setelah berbuatse maksimal mungkin,untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya.
10.  Ikhlas (Al-ikhlas)
Ikhlas ialah menjauhkan diri dari riya’ (menunjuk-nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih,bila dikatakan dengan ikhlas.
11.  Raja’ (Al-raja’)
Raja’ ialah sikap jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu oleh allah swt setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu bila tidak mengerjakan penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang diharapkan, maka hal itu disebut”tamani”atau hayalan.
12.  Bersikap takut (Al-khauf)
Secara bahasa khauf berasal dari kata khafa, yakhafu, khaufan yang artinya takut. Takut yang dimaksud di sini adalah takut kepada Allah SWT. Khauf adalah takut kepada Allah SWT. dengan mempunyai perasaan khawatir akan adzab Allah yang akan ditimpahkan kepada kita. Cara untuk dekat kepada Allah yaitu mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
13.  Merealisasikan ibadah kepada-Nya.
Akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWTadalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena padahakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman (QS. 51 : 56)
 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

d.        Akhlak Tercela Kepada Allah.
Yang meliputi antara lain:
1.     Takabbur (Al-kibru)
Ialah suatu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah d alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang berada pada dirinya. dengan menganggap bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekeuasaan –Nya.
2.     Murtad (Ar-riddah)
Ialah sikap yang meninggalkan atau keluar dari agama islam, untuk menjadi Musyrik (Al-Isyrak); ialah suatu sikap yang memper sekutukan Allah dan makhluknya.
3.     kafir.
Menurut syariat Islam, manusia kāfir yaitu: Mengingkari Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.
Dalam syari’at Islam, yang dimaksud dengan orang kafir sebenarnya dibedakan menjadi empat kelompok:
a.     Kafir Dzimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh "diganggu" selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka. Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut diantaranya firman Allah Al-‘Aziz Al-Hakim yang artinya :
 Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun (hina, rendah, patuh)”. (QS.At-Taubah:29).

Dan dalam hadits Buraidah riwayat Muslim Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa salllam bersabda yang artinya:
 “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa salllam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan pasukan beliau memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah dan (wasiat pada) orang-orang yang bersamanya dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata : “Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, bunuhlah siapa yang kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan perang dan janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsil (mencincang atau merusak mayat) dan janganlah membunuh anak kecil dan apabila engkau berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwailah mereka kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka”.

Dan dalam hadits Al-Mughiroh bin Syu’bah riwayat Bukhary beliau berkata:
“Kami diperintah oleh Rasul Rabb kami shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam untuk memerangi kalian sampai kalian menyembah Allah satu-satunya atau kalian membayar Jizyah”.
b.     Kafir Mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dan kafir seperti ini juga tidak boleh diganggu sepanjang mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Allah Jalla Dzikruhu berfirman yang artinya :
Maka selama mereka berlaku istiqomah terhadap kalian, hendaklah kalian berlaku istiqomah (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah : 7).
dan Allah Jallat ‘Azhomatuhu menegaskan dalam firman-Nya:
Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti”. (QS.At-Taubah:12). Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam hadits‘Abdullah bin‘Amr riwayat Bukhary:
“Siapa yang membunuh kafir Mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun”.
c.      Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh "diganggu" sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya:
Dan jika seorang di antara kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia agar ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”. (QS. At-Taubah:6).

Dan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menegaskan:
“Dzimmah (janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”.  [HR.Bukhary-Muslim].

Berkata Imam An-Nawawy rahimahullah : “Yang diinginkan dengan Dzimmah di sini adalah Aman (jaminam keamanan). Maknanya bahwa Aman kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui), maka siapa yang diberikan kepadanya Aman dari seorang muslim maka haram atas (muslim) yang lainnya mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam Amannya”.

Dan dalam hadits Ummu Hani` riwayat Bukhary beliau berkata:
 “Wahai Rasulullah anak ibuku (yaitu ‘Ali bin Abi Tholib-pen.) menyangka bahwa ia boleh membunuh orang yang telah saya lindungi (yaitu) si Fulan bin Hubairah. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa salllam bersabda : “Kami telah lindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani`”.

d.        Kafir Harby, yaitu kafir yang secara terang-terangan (atau sembunyi-sembunyi) memusuhi Islam, melakukan kejahatan-kejahatan melawan Islam dan tindakan-tindakan lain yang patut dianggap "menyerang" Islam. Jika kepada 3 kelompok kafir di atas Allah memerintahkan setiap Muslim untuk senantiasa menunjukkan rasa hormat, bahkan ikut melindungi kerselamatan mereka, maka kafir jenis yang terakhir inilah yang wajib diperangi menurut ketentuan yang telah digariskan dalam syari’at Islam.

5.     Munafiq(An-Nifaq)
I
alah suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya.
6.     Riya’ (Ar-Riya’)
ialah suatu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan perbuatan baiknya yang  di lakukannya. Semata-mata bukan karna Allah melainkan hanya ingin di puji oleh semua orang.
7.     Boros atau berfoya-foya (Al-Israf)
ialah perbuatan yang melampaui batas-batas ketentuan agama.
8.     Rakus atau Tamak (Al-hirsu atau Al-Tama’u)
Ialah suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki tampa memperhatikan hak-hak orang lain.

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realitabahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak. Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada dimuka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.

E.        Akhlak Kepada Manusia

a.  Pengertian Akhlak kepada sesama manusia

Pengertian Akhlak kepada sesama manusia berarti kita harus berbuat baik kepada sesama manusia tanpa memandang kepada siapa orang tersebut, sehingga kita mampu hidup dalam masyarakat yang aman dan tenteram.
            Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu. “Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”. (QS al-Baqarah [2]: 263).
           Di sisi lain al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi Muhammad Saw. misalnya
dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Karena itu, al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”.(QS.al-Hujurât[49]:2).
          Petunjuk ini berlaku kepada setiap orang yang harus dihormati. Al-Quran juga menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS
.an-Nûr[24]:27).
          Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik, al-Quran memerintahkan, “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.(Q
ur’an-surat:al-Baqarah[2]:83).
           Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar,  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang
-benar”,(QS.al-Ahzâb[33]:70).
          Yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Karena itu, ketika Misthah seorang yang selalu dibantu oleh Abu Bakar r.a.
menyebarkan berita palsu tentang Aisyah, putrinya, Abu Bakar dan banyak orang lain bersumpah untuk tidak lagi membantu Misthah. Tetapi al-Quran turun menyatakan: “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat (nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah dijalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan, serta berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampuni kamu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.an-Nûr[24]:22).
         Jika ada orang yang digelari gentleman – yakni yang memiliki harga diri, berucap benar, dan bersikap lemah lembut (terutama kepada wanita)
. seorang Muslim yang mengikuti petunjuk-petunjuk akhlak al-Quran tidak hanya pantas bergelar demikian, melainkan lebih dari itu, dan orang demikian dalam bahasa al-Quran disebut al-muhsin.

b.  Alasan Mengapa Sesama Manusia Harus Saling Berakhlak

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, dalam bermasyarakat kita perlu saling menghargai, bagaimana cara bersikap kepada orang yang lebih tua maupun muda. Ini merupakan alasan mengapa akhlak sangat penting bagi sesama manusia, karena dengan kita berakhlak, maka kita akan dapat saling menghargai satu sama lain.

c.     Akhlak  Terpuji kepada Manusia (Mahmudah)

Yang meliputi antar lain:
1.     Belas kasih atau sayang (al­­-shafaqah)
Ialah sikap jiwa selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain.
2.     Rasa persaudaraan (al-ikha)
Ialah sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lian, karena ada keteriakan batin dengannya.
3.      Memberi nasehat (An- Nasihah)
Ialah suatu upaya untuk memberi patunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan; baik ketika orang di nasehati telah melakukan hal-hal yang buruk,maupun belum.
4.     Menahan amarah (kazmu al- ghaizi)
Ialah upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain.
5.     Sopan-santun (al-hilmu)
Ialah sikap jiwa yang lemah-lembut terhadap orang lain, sehingga dalam perkataan dan pembuatannya selalu mengandung adap-kesopanan yang mulia.
6.     Suka memaafkan (al- `afwu)
Ialah sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah di perbuat terhadapnya.
7.     Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
o    Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya Adalah untuk kebaikan manusia.
o    Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.

Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.

8.     Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
9.     Tasamuh
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia.
10.  Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia.
 
d.     Akhlak Tercela Kepada Sesama Manusia (Mazmumah)
 Yang meliputi antara lain:
1.     Mudah Marah (Al- Ghodab)
Ialah kondisi emosi seseorang yang tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.
2.      Iri Hati Atau dengki ( al-hasadu atau al- hiqdu)
Ialah sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan  dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali.
3.      Mengadu-adu (an-namimah)
Ialah suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain,dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.
4.      Mengupat (al-ghibah)
Ialah suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
5.      Bersikap congkap (al-ash’ar)
Ialah suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya, maupun perkataannya.
6.      Sikap kikir (al-bukhlu)
Kikir ialah suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
7.      Berbuat aniaya (al-zulmu)
Berbuat aniaya ialah suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materiil maupun non materiil.
8.     Dendam
Dendam ialah keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Akhlak merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, karena akhlak mencakup segala tingkah laku, tabiat, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah meupun sesama manusia.

B.   Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat mendapatkan pelajaran dan menerapkan akhlak yang baik itu dalam kehidupannya, karena kita merupakan golongan kaum Rasulullah Saw. yang senantiasa selalu belajar untuk memperbaiki akhlak.